Selasa, 04 Juli 2017

DEMOKRASI POLITIK DENGAN DEMOKRASI EKONOMI

Hasil gambar untuk DEMOKRASI SOSIAL



DEMOKRASI POLITIK DENGAN DEMOKRASI EKONOMI = DEMOKRASI SOSIAL

NegeriEropa mengenal parlementair democratie sesudah adanya Revolusi Perancis, yang terjadi pada penghabisan abad 18 dan permulaan abad 19. Parlementaire democratic (demo­krasi dengan parlemen) inilah yang dinamakan     demokrasi politik atau politiek demokrasi : Semua lapisan rakyat mempunyai hak bercampur tangan di dalam politik kenegaraan, hak buat memilih ang­gauta parlemen dan dipilih menjadi anggauta parlemen.maka memang cara pemerintahan semacam ini seperti sudah bisa menyenangkan 100% kepada rakyat .sudah boleh memilih atau dipilih buat parlemen, boleh membuat usul ini atau itu, boleh menyetem pro kalau mufakat dan boleh menyetem menolak kalau tidak mufakat, boleh mengadakan undang-undang baru atau meniadakan undang-undang lama, boleh menjatuhkan menteri yang tidak disenangi atau mengangkat men­teri baru yang dicocoki. 

Tetapi di dalam praktek­nya ternyata, rakyat di dalam negeri-negeri yang memakai cara­ pemerintahan yang demikian itu, belumlah  senang. Di negeri-­negeri yang ada parlemen, terutama di dalam urusan ekonomi, rakyat-jelata masih  banyak menderita kemiskinan. Di negeri-negeri yang ada politiek demokrasi itu seperti Perancis, seperti Inggeris, seperti Amerika, Belgia, Nederland, Zwedia, Norwegia, maka di situlah ada kapitalisme.
Di negeri-negeri itu malahan subur kapitalisme itu, subur stelsel cara-produksi dengan memakai tenaga perburuhan.

Memang dari trich-tumbuhnya politiek  demokrasi  itu sudah tampaklah bahwa politiek demokrasi  itu “ada apa-apanya”. Dad ontstaans-vormnya ia nyata satu demokrasi yang tidak sempurna bagi rakyat. 
Perancis-lah tempat buatannya parlementaire democratie itu. Sebelum silamnya abad ke 18 maka Perancis adalah satu negeri yang feodal. Cara pemerintahan di situ adalah cara pemerintahan yang autokratis: Kekuasaan kene­garaan, kekuasaan membuat undang-undang, kekuasaan kehakiman, semuanya itu adalah memusat ketangannya seorang raja, yang sama sekali cakrawarti di dalam segala urusan negara.

Mula-mulatidak terlalu teranglah oleh kelas-baru ini keburukannya cara pemerintahan feodal itu.Tetapi mereka selalu bertambah penting di dalam produksi-produksi masyarakat Perancis. Mereka punya perusahaan-perusahaan di mana-mana. Akhir­nya pada silamnya abad 18 terasalah betul oleh mereka cara ­pemerintahan absolute monarchie itu sebagai satu belenggu yang mengikat kegiatan mereka. Segala-gala kekuasaan di tangan raja, segala-gala hukum datangnya dari situ, mereka harus menurut dan menerima saja, padahal mereka Tidak bisa subur betul mereka punya perusahaan-perusahaan itu, selama wet-wet feodal, selama masih wet-wet negeri, selama aturan negara hanya menguntung­kan kepada raja dan adel dan geestelijkheid sahaja,- selama bukan mereka sendiri yang memegang kemudi pemerintahan. Sebab hanya mereka, hanya merekalah sendiri yang tahu betul-betul undang­ undang apa yang mesti diadakan buat menyuburkan perusahaan mereka,

Jalansatu-satunya ialah merebut kekuasaan itu! Merebut kemudi pemerintahan dari tangannya raja dan ningrat dan penghulu agama, merebut kecakrawartian itu dari tangannya feodale autocratie, – ke dalam tangan mereka sendiri! 
Di sinilah kaum perusahaan itu lantas memainkan satu rol yang paling haibat di dalam mereka punya sejarah: mereka mencari kekuatan itu di kalangan rakyat-jelata!, Mereka semangatkan rakyat-jelata Mereka tahu, – sudah lama rakyat-jelata itu menggerutu. Sudah lama rakyat-jelata itu marah dan dendam, karena ditindas oleh feodale autocratie itu. Baik di kota-kota besar seperti Paris dan Lyon maupun di dusun-dusun seluruh Perancis, rakyat-jelata miskin dan papa-sengsara, diperas habis-habisan oleh raja dan ningrat dan penghulu-penghulu agama itu, ditumpas semua hak-haknya sehingga boleh dikatakan tiada hak lagi baginya sama sekali. 

Apa yang lebih mudah daripada membang­kitkan rakyat-jelata itu supaya berjoang melawan penindas-penindasnya itu? Dibangkitkan dus dengan semboyan parlementaire democratie, yakni cara-pemerintahan yang berdasar kepada suara rakyat dan kehendak rakyat.

 Dan haibatlah juga kesediaan rakyat-jelata Perancis buat ber­juang mati-matian melaksanakan tuntutan-tintutan dan semboyan­-semboyan itu! Hatinya tertangkap sama sekali oleh keindahan. sinarnya idealisme-baru itu, berkobar-kobar menyala-nyala menyundul langitnya extase, menghaibatkan dendamnya rakyat-jelata Perancis itu menjadi satu “revolutionnaire wil”, satu “kemauan revolutionnair”, yang meng­gelombang menghantam tembok-temboknya kekuasaan feodale autocratie itu dengan cara yang gemuruh gegap-gempita! Raja runtuh, kaum ningrat runtuh, kaum penghulu agama runtuh, semua elemen-elemennya feodale autocratie itu runtuh oleh hantamannya ofensief rakyat-jelata Perancis.

Republik  parlementaire demokrasi.

Sejak pertengahan abad ke 19, boleh dikatakan seluruh Eropa Barat sudahlah menjadi padangnya sistim-sistim baru parlementaire democratie itu: parlemen pembuat wet, parlemen pengontrol tiap-tiap perbuatan pemerintah, parlemen pemegang kemudinya perahu.
 Tetapi Justru di Eropah Barat itulah pada pertengahan abad ke19 kapitalisme mulai menaik betul-betul. Justru di Eropah Barat itulah  dari waktu itu kelas burjuis menjadi maha-kuasa. Kelasnya feodalendom surut dan silam, kelasnya otokrasi keningratan hilang dan hapus, tetapi tempatnya digan­tilah dengan kelasnya kapitalismendom yang maha-kaya. Dan rakyat­ jelata, rakyat-jelata itu di lapangan ekonomi tetaplah papa-sengsara. Rakyat-jelata itu di lapangan ekonomi tetaplah kelas yang menderita, tetaplah duduk di fihak yang buntung. 

Gambar terkait

politik kini adalah jauh lebih luas daripada dahulu. Kini ia boleh memilih, kini ia boleh masuk parlemen, kini ia boleh bersuara, kini ia boleh memprotes, kini ia boleh berkehendak, – dulu ia hanyalah budak semata-mata yang hanya mempunyai kewajiban dan tidak mempunyai hak. 
                                                                                                                    Mochtadin si beted

Tidak ada komentar:

Posting Komentar